memoexpos.co – Bulan suci Ramadan menjadi kesempatan kita untuk meningkatkan amal ibadah. Selain tetap mengingat sumbangsih para ulama terhadap kemajuan Agama Islam. Bersyukur kita masih diberi kesempatan untuk tahu bahwa sang Ulama adalah sumber literasi dari karyanya.
Jombang punya KH Hasyim Asy’ari pendiri organisasi Nahdlatul Ulama sekaligus pendiri pesantren terkemuka Ponpes Tebuireng. Sosok Ulama selain pemimpin perjuangan kalangan santri pada momen perjuangan kemerdekaan, beliau juga telah menghasilkan sejumlah karya tulis yang tersimpan dan diajarkan sampai sekarang.
Melalui penjaga Perpustakaan Adlan Jupri (50) kita mendapat informasi karya itu. Disamping satu buku karya catatan KH Hasyim Asy’ari, ada 17 karya tersimpan dengan baik di Perpustakaan.
“Salah satu buku harian yang berisi aktivitas dan catatan yang belum diketahui pasti apakah amalan atau rutinan yang sehari – hari dipakai,” kata Adlan saat dijumpai di ruang Perpustakaan, awal puasa 1444 H kemarin.
Sejauh ini Koleksi Karya karangan mbah Hasyim Asy’ari di perpustakaan Wachid Hasyim Tebuireng kurang lebih ada 18 karya. Satu diantaranya adalah buku harian. Terbaru temuan mushaf berada dalam bungkus kain putih dengan pengharum.
“Lokasi temuan dibawah koran dalam ruangan perpustakaan. Penulisan tahun 1921,” ujarnya.
Pihaknya belum berani memastikan tahun berapa saja karya tulisan mbah Hasyim Asyari dibuat. Pasalnya belum ada kajian. Mengenai bahan kertas dipakai dalam mushaf ada diantaranya terbuat dari kulit hewan, lainnya dari kertas buatan eropa.
“Jenis kertas yang dari Eropa dari Jerman atau Inggris sementara untuk asia itu yang dominasi Jepang. Ciri kertasnya agak tebal,” terangnya.
Kalau yang dari Jakarta bilang bahannya dari kulit hewan karena berminyak. Tidak ada perawatan khusus, perlakuan masih manual. Disimpan dalam lemari khusus dengan suhu tertentu dan beda sama yang di Museum.
“Dari pengelola Perpustakaan sendiri menyampaikan untuk biaya perawatan tidak cukup. Karena nilai dari perawatan kertas, per satu lembar bisa kisaran jutaan,” jelasnya.
Kitab selama ini untuk pengkajian dan didokumentasikan, rencana juga di duplikat ulang untuk penyelamatan.
“Diutamakan untuk karya Kitab, sementara untuk catatan harian tidak di duplikat hanya disimpan,” pungkasnya.
Semoga kita bisa mencontoh sosok Ulama KH Hasyim Asy’ari dalam perjuangan menegakkan literasi.