memoexpos.co – Ramai dimedia sosial tentang isu Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex, and Questioning (LGBTIQ) di Indonesia.
Awal mula ramainya isu tersebut lantaran YouTuber terkenal Dedy Corbuzier dalam konten podcastnya mengundang pasangan gay Ragil Mahardika asal Medan dan Frederik Vollert asal Jerman pada 7 Mei 2022 kemarin dan diunggah di kanal YouTube miliknya.
Video itupun viral dan ditonton jutaan orang, kendati demikian ia juga mendapat kecaman dari beberapa pihak, hingga ahirnya video podcast yang dianggap kontraversi inipun ditake down dari YouTube pada tanggal 10 Mei lalu.
Menyikapi hal itu, Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur Aan Anshori mempunyai pandangan berbeda terkait LGBTIQ secara umum dalam perspektif kenegaraan.
Menurut aktivis asal Jombang ini, setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak yang sama, termasuk mereka yang mempunyai identitas gender dan orientasi seksual yang berbeda.
“Pancasila dan juga Undang-undang yang ada di Indonesia itu menjamin sepenuhnya kehidupan teman-teman LGBTIQ, disamping itu, kelompok LGBTIQ ini bukanlah orang kriminal. Koruptor saja atau para pemerkosa saja itu masih punya hak hidup di Indonesia atas nama kemanusiaan,” ucap Aan Anshori kepada media memoexpos.co, Jum’at (13/5/2022).
Ia menyebut bahwa kelompok LGBTIQ ini bukan seperti koruptor atau pelaku kriminal, oleh karena itu, menurut Aan eksistensi mereka di Indonesia tidak hanya boleh hidup, tetapi atas nama Pancasila mereka juga harus dilindungi kehidupannya.
Aktivis yang akrab disapa Gus Aan inipun juga menyadari, ketika ada beberapa pandangan yang tidak menyepakati itu, karena menurut dia masih banyak orang-orang yang belum memahami tentang orientasi seksual.
“Banyaknya orang-orang yang tidak sepakat dengan LGBTIQ ini, saya kira merupakan hal yang wajar, salah satu yang tidak sepakat misalkan Gus Miftah saya kira merupakan sesuatu yang alami, karena sangat mungkin Gus Miftah dan banyak orang itu tidak memahami apa itu orientasi seksual, apa itu identitas gender yang mereka ketahui LGBTIQ itu sama dengan kaum Nabi Luth yang ada di cerita itu,” jelas aktivis yang juga pimpin Gusdurian Jombang ini.
Lanjutnya, ketika ada penafsiran yang mengarah pada penyamaan LGBTIQ dengan kaum Nabi Luth, Aan menyebut bahwa mereka kurang jeli dalam melihat peristiwa Nabi Luth. Karena menurutnya hal tersebut mempunyai perbedaan. “Peristiwa Nabi Luth itu kan kaum yang suka sesama jenis dan mereka ini memaksakan untuk melakukan hubungan seksual, artinya melakukan perkosaan, jadi ada dua hal suka sesama jenis dan yang melakukan pemaksaan,” imbuhnya.
Masih menurut Aan, bahwa ia mengaku menemukan banyak kelompok LGBTIQ yang hidup secara penuh cinta kasih. Mereka berpasangan tanpa ada upaya pemerkosaan atau pemaksaan. “Jadi yang dilarang di kasus Nabi Luth didalam Al-Qur’an menurut saya adalah mereka yang suka kepada sejenis dan memaksakan kehendak seksualitasnya atau kehendak pemerkosaan,” ungkapnya.
Ditegaskan olehnya, bahwa dimata hukum Aan menyebut bahwa kelompok LGBTIQ ini mempunyai hak yang sama, mereka dilindungi undang-undang sebagai warga negara yang menganut Dasar Negara Pancasila.
“Lagi-lagi saya ingin menegaskan bahwa eksistensi kelompok LGBT IQ, teman-teman Waria, teman-teman Gay, teman-teman Lesbian itu memang secara hukum memang dilindungi oleh undang-undang, mau tidak mau kita harus respek kepada mereka dan Negara sebagai penjaga dan penjamin konstitusi itu juga musti harus secara aktif untuk melakukan perlindungan terhadap kelompok LGBT mana kala kelompok ini hak-hak hukumnya, hak-hak konstitusionalnya itu dibahayakan atau mengalami pembahayaan dari kelompok yang lain,” ujar Aan memungkasi.