Polemik Simpang Tiga, DPRD Merasa Dilecehkan, Penghuni Ruko Merasa Dirugikan

178
Foto : Bangunan Pertokoan Simpang Tiga Jombang yang ditempeli stiker oleh Pemerintah Kabupaten Jombang.

Jombang, memoexpos.co – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Jombang gagal menjaring aspirasi melalui rapat dengar pendapat dengan para penghuni Ruko Simpang Tiga Mojongapit. Hal itu akibat ditundanya rapat dengar pendapat yang seharusnya dijadwalkan pada, Kamis (23/6/2022) kemarin.

Ditundanya pertemuan perdana antara Pansus penyelamat aset daerah dengan penghuni ruko lantaran hanya dihadiri 4 penghuni ruko. Padahal, menurut Ketua Pansus Mas’ud Zuremi, pihaknya sebelumnya telah mengundang seluruh penghuni ruko.

Ketua Pansus menyebut, ia melakukan penundaan hearing sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan karena pihaknya merasa tidak dihargai oleh penghuni ruko. Kendati demikian Mas’ud menegaskan bahwa panitia khusus penyelamatan aset simpang tiga ini dibentuk berdasarkan undang-undang. “Kami sudah dilecehkan, ini kurang menghormati pansus. Perlu diketahui Pansus dibentuk berdasarkan undang-undang,” tegas dia.

Terpantau di ruang rapat, selain hanya dihadiri 4 penghuni ruko, penghuni ruko yang tidak hadir dalam rapat itu diwakilkan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat  (PKSM). Hal itu juga yang disayangkan oleh Mas’ud Zuremi, karena dalam pertemuan ini yang diundang hanyalah penghuni ruko yang menempati pertokoan simpang tiga.

“Kami ingin mengundang para penyewa adalah untuk menyampaikan apa yang harus dilakukan, apa yang dikehendaki. Pansus tidak berpihak kepada pemerintah dan tidak juga berpihak kepada para penyewa ruko, namun sebagai mediasi karena bagaimanapun para penyewa ruko simpang tiga adalah rakyat dan masyarakat Jombang,” papar Mas’ud.

Sementara itu menurut Sugeng Bambang Irianto dari LPKSM yang hadir mewakili penghuni ruko menegaskan, dirinya telah diberi surat kuasa oleh penghuni ruko.

“Sudah ada surat kuasa, surat kuasa saya masukan (DPRD) hari ini (kemarin) dan tidak ditolak, tapi surat kuasanya itu tidak dikembalikan, berarti seharusnya diterima. Jadi saya mewakili yang tidak hadir, tetapi dibatasi merintangi hak berbicara perwakilan dari pembeli ruko,” kata Bambang kepada sejumlah awak media.

Menurut Bambang, ia mewakili pihak penghuni ruko yang tidak hadir. Dia menjelaskan bahwa dalam polemik ini sebenarnya tidak ada perjanjian sewa menyewa.

“Saya disini mewakili yang tidak hadir dan itu sah, tapi Pansus merintangi, disini saya sebut pihak kami adalah pembeli ruko karena tidak ada perjanjian sewa menyewa, saya punya dokumen tentang itu,” jelas dia.

Ia menambahkan, dalam perjanjian Tahun 1996 lalu, setelah HGB (Hak Guna Bangunan) 20 tahun itu berakhir, sebenarnya Pemerintah Kabupaten Jombang berkewajiban memberikan rekomendasi perpanjangan HGB, menurut Bambang itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pertanahan.

“Pihak kami sudah minta melalui surat permohonan perpanjangan tapi tidak dikabulkan oleh pihak Pemkab, cenderung digelapkan. Itulah yang menyebabkan HGB yang masih berlaku menjadi aset milik daerah yang perlu diselamatkan,” cetusnya.

Ditambahkan dia, dalam persoalan ini ada dugaan penutupan informasi publik Tahun 2016, itu yang menjadikan alasan mereka bangunan menjadi kembali kepada aset daerah.

Bambang menyebut, Pemerintah Kabupaten Jombang telah mengambil tindakan main hakim sendiri, hal itu dibuktikan dengan adanya pemasangan stiker dan tanda yang bertuliskan aset pertokoan simpang tiga ini milik pemkab. Tanpa melalui proses pengadilan.

“Ada tindakan main hakim sendiri, itu sda surat bunyinya masang stiker dan pasang papan nama, kalau ada sewa menyewa ya harus atas perintah pengadilan,” resahnya.

Ia menyebut, sebanyak 54 penghuni ruko telah memberikan kuasa kepada dia, hal itulah yang membuat Sugeng datang mewakili penghuni ruko dalam rapat dengar pendapat yang digelar oleh pansus penyelamatan aset pertokoan simpang tiga Jombang.

“Sudah sebagian ada 54, kalaupun ketua DPRD tadi menyampaikan 56, surat kuasa itu tetap sah dan bermaterai cukup. Saya berhak atas perwakilan konsumen karena konsumen itu berada di pihak ekonomis yang lebih lemah dari kekuasaan birokrasi, itu sudah diatur oleh Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pasal 11 dan UU Cipta Kerja,” lanjutnya.

Jika mengacu pada surat perjanjian dari kedua pihak, Bambang menjelaskan sengketa konsumen tidak harus diselesaikan melalui pansus.

“Langkah kedepan akan saya tanya kepada perwakilan yang tidak hadir, apakah sengketa konsumen itu patut diselesaikan di pansus. Sengketa konsumen itu mediasi kemudian ke pengadilan sesuai dengan perjanjian 1996,” pungkasnya. (Bay/Sy)