memoexpos.co – Setelah muncul Fatwa Haram tentang penggunaan sound horeg atau audio bervolume tinggi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang mulai mensosialisasikan kepada pegiat sound system di Kabupaten Jombang.
Sekretaris MUI Kabupaten Jombang Ilham Rokhim mengatakan seperti yang diketahui, penggunaan sound horeg akhir-akhir ini memicu berbagai konflik dan permasalahan di masyarakat.
Ia mencontohkan dampak negatif yang ditimbulkan adanya sound horeg mulai dari kaca pecah, dinding retak, hingga perusakan fasilitas umum menjadi dasar terbitnya Fatwa MUI Provinsi Jawa Timur Nomor 1 tahun 2025 tentang sound horeg.
Menindaklanjuti hal itu, bertempat di kantor Kecamatan Jombang, MUI Jombang mengumpulkan sejumlah pelaku usaha sound system di Kabupaten Jombang untuk berkoordinasi guna menciptakan kondusifitas di Kabupaten Jombang.
“Fatwa yang dikeluarkan MUI Provinsi Jawa Timur tentang sound horeg bertujuan untuk memberikan kemaslahatan dan Kondusifitas masyarakat di lingkungan masing-masing,” ujarnya di kantor Kecamatan Jombang, Rabu (23/7/2025).
Ilham Rokhim juga mengatakan jika penggunaan sound pada acara-acara tertentu dapat memberikan dampak positif bilamana sesuai dengan apa yang berlaku. Tetapi juga dapat membawa dampak negatif atau keburukan jika terlalu mengganggu ketertiban umum.
“Kami menghimbau kepada masyarakat khususnya pegiat sound system bisa memahami dan mengarisi fatwa MUI Provinsi Jawa Timur Nomor 1 tahun 2025 tentang penggunaan sound system di Kabupaten Jombang,” pintanya.
Menanggapi hal itu, Ketua Paguyuban Sound System Jombang (PSSJ) Khoiman menyayangkan jika Fatwa MUI telah merugikan beberapa pihak, khususnya pengusaha sound system.
Khoiman menginginkan adanya revisi batas desibel seperti yang direkomendasikan. Menurutnya, jika suara sound hanya dibatasi di angka 85 desibel maka tidak keluar bunyi yang dihasilkan
“Kami menginginkan fatwa itu direvisi karena dengan ambang batas 85 desibel ini tentunya tidak ada yang bunyi, mungkin tidak bisa didengar oleh telinga masyarakat. Dengan diubahnya ambang batas 85, tentunya nanti semua paguyuban Jombang itu akan bisa bekerja sesuai dengan porsinya masing-masing,” ujarnya.
Berbeda dengan Sound Horeg atau Batle Sound, Khoiman mengakui bahwa para pelaku usaha soun system Jombang menyadari hal itu jika didengar dari dekat bisa membahayakan telinga manusia.
“Kalo masalah Batle Sound atau Sound Horeg dilarang sepertinya dari teman-teman PSSJ juga menyadari karena disiti kalau Batle Sound suaranya juga maksimal, bahkan kalau didengarkan secara dekat ini di luar kemampuan telinga manusia,” tambah Khoiman.
Jika nanti penggunaan sound system bakal diatur, Khoiman mengaku tidak keberatan asal tidak dilarang secara total.
“Yang jelas keinginan dari PSSJ kami selaku pengusaha sound system Jombang itu tetap menginginkan bisa beraktivitas sesuai atau sewajarnya,” imbuhnya.