Paguyuban Sound System Jombang Minta Fatwa MUI Direvisi

117
Khoiman Ketua Paguyuban Sound System Jombang. (Foto: memoexpos)

memoexpos.co – Munculnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Nomor 1 tahun 2025 yang mengharamkan Sound Horeg atau audio dengan suara keras memantik keresahan bagi pengusaha sound system di Kabupaten Jombang.

Sejumlah pengusaha sound system yang tergabung dalam Paguyuban Sound System Jombang (PSSJ) menganggap fatwa MUI tersebut telah mengancam pekerjaan mereka.

Ketua Paguyuban Sound System Jombang (PSSJ) Khoiman saat mengikuti sosialisasi Fatwa MUI di kantor Kecamatan Jombang menyayangkan jika Fatwa MUI telah merugikan beberapa pihak, khususnya pengusaha sound system.

Khoiman menginginkan adanya revisi batas desibel seperti yang direkomendasikan. Menurutnya, jika suara sound hanya dibatasi di angka 85 desibel maka tidak keluar bunyi yang dihasilkan

“Kami menginginkan fatwa itu direvisi karena dengan ambang batas 85 desibel ini tentunya tidak ada yang bunyi, mungkin tidak bisa didengar oleh telinga masyarakat. Dengan diubahnya ambang batas 85, tentunya nanti semua paguyuban Jombang itu akan bisa bekerja sesuai dengan porsinya masing-masing,” ujarnya.

Berbeda dengan Sound Horeg atau Battle Sound, Khoiman mengakui bahwa para pelaku usaha soun system Jombang menyadari hal itu jika didengar dari dekat bisa membahayakan telinga manusia.

“Kalo masalah Battle Sound atau Sound Horeg dilarang sepertinya dari teman-teman PSSJ juga menyadari karena disiti kalau Battle Sound suaranya juga maksimal, bahkan kalau didengarkan secara dekat ini di luar kemampuan telinga manusia,” tambah Khoiman.

Adanya Fatwa MUI ini juga berdampak pada pekerjaan mereka, sejumlah job yang diterima pengusaha sound untuk perayaan karnaval tiba-tiba dibatalkan akibat munculnya Fatwa haram tersebut.

“Setelah ada Fatwa MUI ini banyak pembatalan job sound terutama untuk memperingati HUT RI yang ke-80. Banyak job yang dibatalkan bahkan menimbulkan keresahan di masyarakat yang sudah membayar diawal sound sistem horeg ini resah, gimana nasib DP (Down Payment) kami kalo nanti ini tidak di perbolehkan atau dilarang,” ucapnya.

Hingga saat ini, Khoiman mengaku telah menghubungi Bupati Jombang untuk menyampaikan keresahan dan usulan paguyuban. Ia berharap sebelum munculnya Surat Edaran (SE) Bupati agar bisa dilakukan audiensi bersama pihak terkait.

“Kami teman-teman PSSJ masih menunggu surat edaran dari Bupati dan untuk PSSJ saya selaku ketua sudah menghubungi Pak Bupati supaya sebelum memutuskan surat edaran ini bisa mengadakan audiensi dengan pejabat terakit, seperti Polres, MUI, dan paguyuban sehingga apa yang tertuang nanti tidak ada yang merasa dirugikan dan tidak ada yang merasa diuntungkan,” tutupnya.