JOMBANG – Curhatan menyayat hati datang dari lembaga pendidikan swasta Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kota Santri.
Bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI 2 Ngoro yang berlokasi di Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang terancam dirobohkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) setempat lantaran diklaim berdiri di atas Tanah Kas Desa (TKD).
Kepala SMP PGRI 2 Ngoro, Nani Lestari mengatakan, pengusuran dilakukan oleh pemdes terjadi sejak bulan Desember 2024 silamsilam dan rencananya bangunan akan dirobohkan.
“Sudah digusur sejak Desember kemarin, kami masih berjuang,” kata Lestari dengan penuh kesedihan.
Saat didatangi, Lestari bercerita panjang tentang polemik yang menimpa lembaga pendidikan yang memiliki 15 siswa itu.
Bagi Lestari, klaim yang dilakukan pemerintah desa atas tanah itu menurutnya kurang tepat, sebab, tanah tersebut disebutnya sebagai tanah eigendom atau hak milik mutlak atas tanah itu berasal dari zaman Kolonial Belanda.
Meski demikian, pemerintah desa tetap meminta dengan dalih butuh lahan untuk pembangunan gedung olahraga.
“Alasan desa meminta gedung sekolah karena berdiri di tanah desa. Desa sekarang butuh lahan untuk membangun gedung olahraga,” beber Lestari, Jumat (1/2/2025).
“Menurut saksi hidup, itu tanah eigendom. Kami sudah menempati mulai tahun 1980. Sudah 43 tahun,” lanjut dia.
Bahkan, tanah yang diklaim oleh pemdes itu sebelumnya pernah mendapatkanan bantuan bantuan hibah berupa pembangunan gedung dari pemerintah pusat.
“Dengan gedung sekolah bantuan dari pemerintah pusat,” ujarnya.
Perjuangan Lestari untuk mempertahankan hak masyarakat dalam memperoleh pendidikan juga terus dilakukan.
Menurut dia, sebelumnya juga sudah dilakukan pertemuan pihak sekolah dengan kepala desa (kades) Rejoagung beserta perangkat desa lainnya. Namun mediasi itu masih mentah.
“Kami berusaha mempertahankan. Karena desa langsung menggusur waktu itu mendatangkan tukang untuk kerja bakti membuat fondasi,” terang dia.
Saat itu, pihak sekolah bersama saksi sudah menjelaskan ke pihak pemerintah desa bukti atas lokasi bangunan sekolah. Namun, pihak desa disebutnya tetap kekeh tidak mengakui status keberadaan bangunan itu milik sekolah.
Upaya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Jombang juga sudah dilakukan namun juga belum ada titik terang.
Dia menambahkan, untuk membuktikan status tanah itu melalaui Letter C. Agar diketahui tanah itu milik desa atau sekolah ia juga mengaku kesulitan.
Sebab, kata dia, pemerintah desa enggan memberikan salinan letter C dengan dalih itu merupakan data yang hanya bisa diakses orang tertentu saja.
“Saya ke desa tapi itu tidak dikasih sama aparat desa. Katanya Letter C gak bisa dilihatkan ke semua orang. Itu intern desa,” paparnya.
Lestari sangat menyayangkan pemerintah desa dengan berbagai kekuatannya digunakan untuk menindas lembaga pendidikan yang lemah.
Padahal, adanya lembaga pendidikan SMP ini disebutnya sebagai jawaban mencerdaskan generasi bangsa.
Para guru meminta bisa kembali menempati gedung dan anak-anak bisa belajar dengan nyaman.
Lestari juga menegaskan sekolahnya tidak pernah memungut biaya SPP bahkan uang gedung.
Dikonfirmasi terpisah, Pemerintah Desa Rejoagung melalui kepala dusun setempat, Ali Imron membantah jika pihaknya akan melakukan penggusuran sekolah.
“Gak ada lah mas, dengan sadar jika minta pindah kami persilahkan,” kata dia.
Dia menjelaskan, bangunan sekolah yang mau dipakai oleh pihak desa adalah ruang kosong untuk kebutuhan pembangunan gedung serbaguna.
“Ruangan kosong yang kami pakai itu untuk gedung serbaguna,” ucapnya.
Ia mengatakan, status tanahnya diakui memang milik desa. Pihaknya membenarkan jika dahulu tanah itu merupakan tanah eigendom, termasuk lokasi lapangan dekat SMP PGRI 2 Ngoro berbatasan dengan makam.
Ali Imron mengaku, memang pihak sekolah yang membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dia berpandangan, meski pernah mendapat bantuan pembangunan dari pemerintah tidak cukup untuk mengklaim tanah tersebut adalah milik sekolah. Karena menurut Ali, pihak sekolah tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan.
“Gak iso nunjuk kan surate, surat opo, (gak bisa menunjukkan surat, surat apa),” ujarnya.
Berdasarkan keterangan di Letter C Desa Rejoagung, ia menjelaskan, status tanah memang diperuntukkan untuk SMP PGRI. Namun status kepemilikan tanah itu tetap milik desa.
“Kalau di Letter C-nya kalau saya lihat untuk SMP PGRI. Statusnya tanahnya bukan, karena milik desa,” ujarnya.
Dia kembali menegaskan, tidak ada rencana penggusuran. Pihaknya hanya menurunkan genting dari bangunan yang mau roboh dan mengajak warga untuk gotong royong membangun fondasi gedung serbaguna.
“Kalau penggusuran tidak ada. Tapi saya minta, kalau tidak diberikan, saya minta semua. Karena dasar desa Letter C. Kalau sertifikatnya gak ada,” tegasnya.