memoexpos.co – Warga yang berada di lima desa Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang keluhkan bau menyengat dan keruhnya air sungai yang diduga disebabkan aktifitas pembuangan limbah kotoran hewan ternak di sungai.
Hal itu diungkapkan Suyono (55) warga Desa Wonokerto, Kecamatan Wonosalam. Dihadapan wartawan Suyono mengaku adanya bau menyegat terjadi sejak tiga tahun silam.
“Dampaknya ke masyarakat langsung, sudah lama 3 tahun lalu,” ujarnya, Kamis (22/8/2024).
“Yang terdampak adalah Desa Panglungan, Carangwulung, Jarak, Wonomerto dan Galengdowo, ini yang paling berdampak sungainya dialiri limbah kotoran sapi perah,” sambung dia.
Dia mengatakan, air sungai di beberapa desa yang ada di Kecamatan Wonosalam disebutnya sudah tidak jernih lagi, sudah tidak bisa untuk cuci pakaian terlebih dikonsumsi.
“Yang terdampak adalah masyarakat yang konsumsi air, bahkan sering berwarna hijau keruh bahkan untuk cuci pakaian saja tidak bisa apalagi dikonsumsi,” katanya.
Protes warga bukan berarti tidak pernah dilakukan, bahkan pihaknya sudah memberikan tawaran solusi atas hal itu, namun hingga kini belum juga ada solusi.
“Sudah ada protes, kami mengeluh tapi tidak ada realisasi, padahal kami sampaikan solusi berupa bak penampung atau diolah menjadi pupuk,” jelasnya.
Suyono tidak bisa menyalahkan para peternak lantaran itu merupakan usaha mereka dalam meraih rupiah. Namun ia menginginkan dinas terkait tidak tutup mata atas hal ini.
“Rata-rata dari usaha warga, warga ini butuh bimbingan dari dinas terkait, kita tidak bisa menyalahkan peternak,” tegasnya.
“Seharusnya dinas terkait memberi wawasan atau solusi sehingga limbah tidak dialirkan ke sungai,” tutupnya.
Hal itu senada dengan pernyataan Khoirul (38) warga Dusun Sranten, Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam.
“Dulu mandi dan cuci di kali (sungai red), sekarang tidak bisa karena ada limbah kotoran sapi perah,” kata Khoirul.
Dia mengatakan, bau menyengat dan keruhnya sungai berada di jam tertentu saat para peternak melakukan pembuangan kotoran hewan ternaknya. Seringnya pada pagi dan sore hari.
“Baunya kemana-mana, baunya itu kalau di pagi hari sama sore hari, banyak yang protes tapi gak ditanggapi sama sekali,” keluhnya.
Bahkan, Khoirul dengan berbagai keterbatasan berusaha memberitahukan persoalan ini ke Pemerintah Kabupaten Jombang, dia mengaku pernah melakukan DM ke akun IG Pemkab Jombang berupa mengirimkan video pencemaran limbah kotoran hewan ternak di sungai. Namun, upaya itu tak membuahkan hasil.
“Sempat mengirim video ke akun Instagram (IG) Pemkab Jombang bukti sungai yang tercemar limbah tapi tidak ditanggapi,” ujarnya.
Saat ini warga butuh solusi, tidak merugikan peternak dan tidak merugikan masyarakat sekitar. Bahkan pihaknya akan melakukan aksi demo jika persoalan ini belum juga diberikan solusi.
“Kita carikan solusi, bisa nanti demo untuk menyampaikan aspirasi,” tegas dia.
Biar peternak tidak dirugikan, ia berharap ada Induk Pembuangan Air Limbah (IPAL) yang difasilitasi Pemkab dalam pemdampingan pembuatannya.
“Kita minta ada IPAL biar tidak dibuang ke sungai, kotoran sapi sama kencingnya itu,” harapnya.
“Ada lima desa yang terdampak, ini sudah berjalan sekitar 3 sampai 4 tahun belum ada solusi,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Sugiat Kepala Desa Panglungan mengaku belum ada warga yang lapor ke Pemdes terkait persoalan ini. “Kalau melapor secara resmi ke Pemdes belum,” kata dia saat ditemui wartawan, Kamis (22/8/2024).
Pihaknya masih butuh turun ke lokasi untuk memastikan kondisi air sungai.
Misal memang ada limbah yang menggangu aktivitas warga, pihaknya berharap dinas terkait untuk turun dan memberikan edukasi kepada peternak.
“Harapan saya dari dinas terkait bisa memberikan penanggulangan, terutama mengedukasi masyarakat biar faham mengerti terkait dampak kelingkungan,” ujarnya.
“Butuh sosialisasi kepada masyarakat. Harapan kami Pemerintah harus sigap, di dinas yang membidangi itu,” sambung dia.
Hal itu terjadi lantaran masih banyak para peternak yang belum faham atas dampak lingkungan. “Menurut saya karena ketidakfahaman,” katanya.
Saat ini Sugiat memandang perlu adanya pembangunan IPAL, hal itu bukan tanpa alasan namun karena masyarakat di wilayahnya mayoritas peternak sapi perah.
“Sangat perlu dibangunkan IPAL, apalagi peternak perah disini begitu banyak. Kebanyakan warga kami di usaha sapi perah,” pungkasnya.