WCC Jombang Sesalkan Aksi Kekerasan Terhadap Anak Saat Penggerebekan Rumah Kos

125
Tangkapan layar seorang anak mendapat pukulan saat penggerebekan rumah kos di Jombang. (Ist)

memoexpos.co – Women’s Crisis Center (WCC) Kabupaten Jombang sesalkan aksi kekerasan saat penggerebekan rumah kos di Kompleks Perumahan Buduran, Desa Jogoloyo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang yang dilakukan pada Senin (15/1/2024) lalu.

Ketua WCC Jombang Ana Abdillah mengatakan, pihaknya menyayangkan perbuatan penggerebekan disertai kekerasan fisik dan verbal terhadap anak.

Menurutnya yang dilakukan telah menciderai jaminan perlindungan hak anak, termasuk hak anak untuk terlindung dari publikasi yang menyudutkan.

“Data kami, terdapat 2 anak perempuan masih berstatus pelajar sebagai korban sementara 1 dari 2 pelaku kekerasan merupakan anak berhadapan dengan hukum sebagai tersangka. Oleh karenanya dibutuhkan pendekatan khusus yang mempertimbangkan kerahasiaan identitas korban maupun pelaku anak dengan tidak menyebarkan foto penggrebekan atau pemberitaan yang menyudutkan para korban,” kata Ana dalam keterangan rilis yang diterima memoexpos.co, Rabu (17/1/2024).

Ia menambahkan, seorang anak yang terjaring dalam proses penggrebekan baik korban dan pelaku tidak layak mendapatkan kekerasan fisik maupun psikis.

Oleh karenanya, sambung dia, pihaknya sangat menyangkan perilaku kekerasan fisik terhadap anak dan mendesak pemerintah untuk memberikan pemenuhan hak korban atas pendampingan psikologis dan pembinaan yang melibatkan keluarga korban.

Bagi dia, sangat disayangkan, penggerebekan tersebut dilakukan setelah banyak warga yang mengeluhkan adanya beberapa rumah di kompleks perumahan tersebut yang diduga disewakan untuk memfasilitasi perbuatan asusila.

“Sehingga fungsi pencegahan dan penanganan kekerasan di tingkat desa harus juga diimbangi dengan upaya memperkuat kelembagaan yang ada di desa dalam hal mekanisme pencegahan dan pengaduan dugaan pelanggaraan asusila maupun kekerasan fisik demi terwujudkan Desa Ramah Perempuan Peduli Anak, Responsif menjawab permasalahan sosial di Masyarakat,” lanjutnya.

Disisi lain, Ana mengatakan bahwa narasi “Kumpul Kebo” yang beredar di Masyarakat, bertentangan dengan fakta dilapangan yang mengidentifikasi korban masih berusia anak.

“Hal ini tentu saja menciderai prinsip Perlindungan Terhadap Korban yang berdampak pada menguatnya Stereotype, Stigma dan Diskriminasi terhadap anak seumur hidupnya. Seyogyanya anak harus mendapatkan support dan dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya melalui pembinaan yang memadai,” terangnya.

Data yang diperoleh WCC, bahwa beberapa anak masih berstatus pelajar, oleh karenanya dibutuhkan pembinaan bagi peserta didik oleh pihak sekolah dalam hal upaya PPK (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) sesuai dengan peran dan fungsi sekolah sebagaimana mandat Permendikbud 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan.

Ia juga mendorong aparat penegak hukum agar bisa menjerat penyedia tempat terhadap tindakan pencabulan dengan pasal 296 KUHP.

“Bahwa terhadap pihak-pihak yang berposisi selaku penyedia tempat dan melakukan pembiayaran terhadap tindakan pencabulan atas anak kami sangat mendorong bisa dijerat dengan pasal 296 KUHP tentang mempermudah dilakukannya perbuatan cabul,” ungkapnya.

“WCC Jombang pada dasarnya menghormati proses hukum yang dijalankan jika memang terdapat dugaan terjadinya tindak pidana, namun yang perlu ditekankan adalah bahwa hukum pidana yang berlaku harus dipresisi diterapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak baik anak sebagai korban maupun pelaku,” pungkasnya.