memoexpos.co – Pemerintah Kabupaten Jombang melalui Dinas Pertanian terus melakukan upaya guna mengantisipasi risiko maupun dampak yang diakibatkan fenomena el Nino pada musim kemarau tahun ini.
Diketahui, pada musim kemarau ini data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), seluruh wilayah Kabupaten Jombang terdampak cuaca panas akibat badai El Nino di musim kemarau.
Hal itu disampaikan oleh Eko Purwanto Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Perkebunan Holtikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Jombang kepada memoexpos.co, Jum’at (4/8/2023).
Menurutnya dampak cuaca panas ini mengakibatkan beberapa lokasi di Kabupaten Jombang mengalami kekurangan air, khususnya di lahan pertanian.
“Panas rata-rata di bulan Agustus dan September di Kabupaten Jombang naik 1,5 derajat celcius. Curah hujan kita rendah sampai sangat rendah untuk bulan Agustus dan September, itu kondisi yang akan dialami oleh pertanian,” jelasnya.
Untuk itu pihaknya saat ini tengah melakukan beberapa langkah strategis dalam mengantisipasi dan mitigasi bencana kekeringan di sektor pertanian di Kabupaten Jombang.
Pertama hal yang dilakukan adalah melakukan pemetaan lahan tani guna mempermudah identifikasi sesuai jenis tanaman, karena menurutnya kebutuhan air setiap komoditas berbeda-beda.
“Air ini kan vital terutama saat proses perbanyakan anakan sama proses penyisihan biji, jika di proses tersebut air tidak masuk tidak bisa bagus, bisa separuh bahkan gabug itu yang akan kita coba antisipasi. Pertama kita lakukan identifikasi tanaman sesuai jenis tanamannya, karena kebutuhan air antar komoditas berbeda. Kita titik koordinat bahkan kita poligon tanaman padi ini berapa luas, dimana saja, usia sudah berapa,” lanjutnya.
Yang tidak kalah penting selanjutnya adalah membantu memobilisasi saprodi (sarana produksi tani). Menurutnya, petani harus segera mendapatkan apa yang dibutuhkan, termasuk kemudahan mengakses alat dan mesin pertanian.
“Yang kedua kita mobilisasi saprodi jangan sampai ketika teman-teman petani ini sudah mulai tanam bahkan ini percepatan mumpung masih ada air misalnya, itu benihnya tidak ada, pupuknya tidak ada, seperti itu kita hindari kemudian kita siapkan brigade alsintan yang bisa dibawa kemana-mana bekerjasama dengan pusat (kementerian pertanian), kita adakan konsolidasi pemilik-pemilik alsintan untuk diarahkan ke wilayah petani yang membutuhkan,” terangnya.
Seperti saat memasuki musim panen padi, pihaknya mengaku melakukan identifikasi di beberapa wilayah yang membutuhkan mesin panen Combine Hrvester. “Kita gerakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu, agar petani dapat segera tanam lagi,” sambungnya.
Sebagai informasi, pada bulan Agustus hingga September sebagian besar pada tanaman jagung, sedangkan potensi tanam padi di bulan Agustus mencapai 1.200 hektare, di bulan September sekitar 2.400 hektare.
“Tapi kita identifikasi lagi apakah petani benar-benar mau menanam padi melihat kondisi seperti ini atau jangan-jangan jagung beralih yang kebutuhan airnya lebih sedikit. Pola tanam itu kan digunakan juga untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, biasanya harus mengikuti itu juga, karena tidak semua komoditas dapat pupuk bersubsidi,” tutupnya.