memoexpos.co – Ketua DPRD Kabupaten Jombang Mas’ud Zuremi menyebut, penggunaan dana stunting senilai Rp 6 miliar di Jombang dinilai tidak masuk akal.
“Tidak masuk akal kalau anggaran senilai Rp 6 miliar itu hanya digunakan untuk pulsa dan transportasi pendamping, kok begitu besar,” ujar politisi senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jombang ini kepada memoexpos.co, Rabu (19/7/2023).
Mas’ud meminta kepada Komisi D untuk segera melakukan pemanggilan kepada dinas terkait, Inspektorat Jombang juga harus menelisik penggunaan anggaran senilai Rp 6 miliar tersebut.
“Komisi D harus segera memanggil DPPKB PPPA dan Dinas Kesehatan, untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP),” lanjutnya.
“Terlebih, di Jombang stunting meningkat, jadi anggaran ya harus disesuaikan dengan kebutuhan penanganan stunting, kalau untuk pulsa dan transportasi pendamping ya tidak masuk akal,” tandas Mas’ud.
Sebelumnya, anggaran stunting di Kota Santri tuai pro kontra di masyarakat, bahkan masyarakat menganggap nilai fantastis Rp 6 miliar untuk pembelian pulsa dan transport pendamping dinilai tidak membela penderita stunting.
Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LINK) Aan Anshori mengatakan, saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang dianggap tidak membela penderita stunting.
Bagaimana tidak, menurut Aan dari anggaran fantastis untuk stunting senilai Rp 6 miliar, tidak satu rupiahpun dialokasikan untuk perbaikan gizi bagi anak-anak penderita stunting di Kota Santri ini.
“Tidak ada satu rupiahpun dari anggaran itu untuk makanan minuman bergizi bagi ibu dan anak korban stunting. Anggaran sebanyak itu malah diprioritaskan untuk tenaga pendamping dalam bentuk dukungan pulsa, transportasi dan rapat,” ucap Aan kepada memoexpos.co, Selasa (18/7/2023).
Bagi Aan, jika pendekatan yang dilakukan Pemkab dalam menangani stunting saat ini masih jauh dari kata efektif.
Bahkan, menurut Aan kebijakan seperti ini sangat menyedihkan, tidak cerdas dan terkesan mengekomersialisasi ibu dan anak korban stunting.
“Idealnya ya 50 persen untuk korban langsung dan 50 persen untuk pendampingan, dukungan,” ucapnya.
Aan merinci, jika penerapannya korban stunting ini mendapat dukungan makanan bergizi senilai Rp 50 ribu perbulannya, maka selama setahun Hanya membutuhkan sekitar Rp 3.212.400.000,- atau sekitar 50 persen dari total anggaran.
“Aku mempertanyakan kenapa Pemkab Jombang tidak berani membela warganya yang terdampak stunting dengan cara seperti itu,” ungkapnya.
“Jika masalah yang sangat krusial dan mudah seperti ini saja Bupati dan Wakil Bupati tidak mampu, bagaimana mungkin mereka tanpa rasa malu berniat memimpin Kebupaten Jombang pada politik elektoral mendatang?,” tutupnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKB PPPA) dr Pudji Umbaran menyebut anggaran stunting di Jombang yang digelontor dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tembus Rp 6 miliar.
“Sekitar Rp 6 miliar sekian,” ujar Puji saat diwawancarai wartawan, Jumat (14/7/2023) kemarin.
Menurutnya, anggaran tersebut terbagi menjadi beberapa pos, diantaranya untuk operasional dalam bentuk pulsa, transport, Alat Tulis Kantor (ATK) dan transport pendampingan.
“Kami tidak bisa memberikan menu makanan yang membuat gizi mereka, tidak ada anggaran di tempat kami,” ungkap Pudji.
Dia menjelaskan, secara rinci program memuat terkait dengan pendataan atau verifikasi dan validasi keluarga yang beresiko stunting.
Faktor pemicu terjadinya stunting menurut Pudji ada 4, yang diambil istilah 4T, yakni terlalu dini menikah, terlalu tua untuk melahirkan, terlalu banyak melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan. DPPKB PPPA selalu melakukan upaya untuk mengantisipasi hak itu.
“Upaya yang dilakukan melakukan KB pasca bersalin setiap ibu yang hamil harus kita konseling mengenai KB pasca salin,” jelasnya.
Pudji membeberkan, bahwa tim pendamping keluarga bentukan (Pemerintah Desa) Pemdes yang berperan penting dilapangan untuk mengatasi stunting yang ada di Kota Santri ini.
“Kami melakukan pembinaan kepada tim pendamping keluarga yang sebenarnya bukan orang kami,” beber Pudji.
“Kami memohon kepada desa dalam pembentukan tim pendamping keluarga ini melibatkan tiga unsur, satu dari tim penggerak PKK, dua dari bidan dan tiga dari kader PPKBD,” sambungnya.
Landasan hukumnya, lanjut Pudji, ketiganya di SK kan oleh Pemerintah Desa, kemudian diusulkan kepada pihak dinas.
“Mereka kita lakukan pembinaan, mereka kita lepas dilapangan dengan bantuan operasional uang transport untuk pendampingan kepada keluarga,” lanjutnya.
Kendati demikian Pudji mengakui jika efektifitasnya belum maksimal karena tidak ada bantuan langsung yang bisa diberikan kepada keluarga, melainkan hanya bisa melakukan pendampingan dan pembinaan untuk melakukan pencerahan terhadap potensi-potensi stunting yang harus diperbaiki.
“Melakukan konseling gizi, melakukan penimbangan bayi yang lahir,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dr Budi Nugroho mengaku anggaran penanganan stunting memang dibagi dua. Satu di Dinas Kesehatan dan Dinas DPPKB PPPA.
“Urusan penangan langsung ada di kami, penangan langsung di kasusnya,” ungkapnya.
Penangan langsung mencakup pemberian obat tambah darah, pemberian makanan tambahan, selain itu pemberian vitamin. “Intervensi langsung kasusnya,” pungkasnya.