memoexpos.co – Sedikitnya ada 74 siswa berkebutuhan khusus setiap hari belajar di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang.
Dari jumlah tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi beberapa kategori, jenjang, maupun kelas.
Kepala SLB Negeri Balongsari Kholil menyebut, di lembaganya ada tiga jenjang pendidikan, yakni jenjang SD Luar Biasa, SMP Luar Biasa dan SMA Luar Biasa.
Begitupun dengan kategori, menurut Kholil, dibagi menjadi empat, yakni tunanetra, tunarungu, tunagraita dan tunadaksa.
“Ada beberapa kategori, mulai dari tunanetra atau tidak bisa melihat, tunarurungu disini termasuk tidak bisa bicara karena tidak pernah mendengar sama sekali. Kemudian tunagraita atau kekurangan daya fikir, ini pun dibagi dua, ada debil atau taraf sedang dan ada embisil atau lanjutan biasanya wajahnya hampir sama. Kemudian tunadaksa atau kekurangan dalam anggota tubuh,” jelas Kholil kepada memoexpos.co, Kamis (16/3/2023).
Dia menjelaskan, pola penerapan standar pembelajaran di SLB Negeri Balongsari mulai jenjang SD LB, SMP LB dan SMA LB berbeda.
“Pola pendidikan jenjang SD Luar Biasa pembelajarannya dominan di akademik daripada non akademik. Sedangkan di SMP Luar Biasa akademiknya sudah berkurang cenderung di vokasional atau keterampilannya. Lebih lagi jenjang SMA Luar Biasa disini 40 persen akademik 60 persen vokasional atau keterampilan,” urainya.
“Alat keterampilan juga sudah kita siapkan, mulai dari menjahit, memasak dan membuat anyaman. Antusias siswa mengikuti kegiatan vokasional juga baik,” sambungnya.
Prestasi yang diraih oleh anak didik berkebutuhan khusus di SLB Negeri Balongsari juga tak main-main. Mulai dari perolehan medali emas bulutangkis di Peparpeda Jatim, bahkan sampai kejuaraan lomba menyanyi.
Kholil mengatakan, tujuan lembaga pendidikan yang ia pimpin diharapkan mampu mencetak anak-anak difabel yang siap menghadapi lingkungan masyarakat.
“Paling tidak ketika anak-anak nanti sudah lulus SMA LB, mereka sudah ada kemandirian, kalau mereka punya keterampilan nanti bisa membekali dirinya sendiri,” kata dia.
Ketika anak-anak sudah lulus SMA LB, Kholil mengaku bahwa pantauan tetap terus dilakukan, sampai pada akhirnya mereka bisa berkarya dan mandiri.
“Kemarin ada anak tuna rungu yang sudah lulus, kemudian saya masukkan di BLK, prestasinya bagus. Pihak BLK menyatakan anak tersebut lebih baik dari anak pada umumnya,” ujarnya.
“Yang kerja masuk di pabrik rokok juga ada. Intinya harapan kami mereka mandiri dan tidak menjadi beban orang tua lagi,” imbuhnya.
Kholil menandaskan, jumlah guru di SLB Negeri Balongsari ada 14 guru. Didalamnya dibagi menjadi beberapa kategori baik guru kelas maupun guru mata pelajaran. Begitupun kategori difabel siswa.
“Dari 14 itu semuanya linier, hanya ada dua guru mata pelajaran, yakni mata pelajaran agama dan mata pelajaran pendidikan jasmani atau olahraga,” tandasnya.